Tulisan ini terinsipirasi dari tayangan Miss Indonesia 2013 sewaktu mereka
berkunjung ke panti jompo.
Saya
mungkin masih berumur 16 tahun, mungkin buat kalian saya masih terlalu naif dan
hijau untuk membicarakan masalah panti jompo. Tapi buat saya, dengan kenaifan
saya ini, saya merasa lebih mudah mengekspresikan sesuatu yang saat kita dewasa
nanti akan susah kita katakan.
So reader, ada yang tahu apa arti kata ‘panti jompo’? secara harafiah panti
jompo adalah tempat untuk mengurus dan merawat orang jompo/orang
tua.
Mengurus dan merawat?
Bukankah itu tugas kita sebagai anak? Bukankah saat orang
tua memasuki masa senja adalah saat bagi kita setidaknya untuk membalas apa
yang telah orang tua berikan terhadap kita?
Buat saya, panti jompo itu seperti simbol tidak langsung
tentang “anak yang sudah terlampau sibuk untuk sekedar mengurus dan merawat
orang tuanya hingga menitipkan kepengurusan orang tua terhadap orang lain.”
Apa susahnya mengurus
dan merawat orang tua yang sudah
membawa kita ke dunia ini? Apakah mengurus
dan merawat orang tua yang
membesarkan kita akan menghabiskan hari-hari kita? Without them, we are
nothing. Tanpa adanya keinginan kuat dari mereka untuk membawa kita ke dunia
ini, kita adalah fana.
Saya sendiri kadang bingung, mengapa harus ada panti
jompo? mengapa harus ada sekumpulan orang yang punya jutaan alasan untuk
menitipkan orang tua mereka di panti jompo? Dan yang lebih mengenaskan adalah
kebanyakan penghuni panti jompo adalah kaum wanita. Para ibu. Pahlawan yang
membawa kita kemanapun selama 9 bulan 10 hari.
Saya tidak tahu, siapa sebenarnya yang salah dalam sistem
ini. Anak yang tidak tahu cara untuk membalas budi atau orang tua yang lelah
dengan anaknya sehingga lebih memilih berada di panti jompo bersama teman
seperjuangan daripada berada di rumah, tempat dimana mereka seharusnya berada.
Tapi, yang saya tahu adalah bahwa kodrat kita sebagai anak tidak
lain dan tidak bukan berbakti kepada
orang tua kita. Dan salah satu wujud bakti kita adalah mengurus dan merawat orang
tua di masa senja mereka, bukannya sekedar memberi uang, uang dan uang kepada
orang tua kita tanpa memberi perhatian sedikitpun. Uang memang bisa memberi
kebahagiaan, tapi kebahagiaan sejati adalah berada di dalam sebuah lingkaran
hangat yang bernama keluarga. Lagipula, uang bisa habis tapi kasih sayang akan
terus ada selama jantung berdetak.
Beberapa jam yang lalu, saya baru saja membaca cerpen. Judulnya, “Going
Home” dan Pulanglah Nak! Ibu Merindukanmu.”
Keduanya memiliki benang merah yang sama. Iya, keduanya membicarakan
tentang orang tua, khususnya ibu. Bagaimana rasanya kehilangan ibu, bagaimana
rasanya bersikap acuh terhadap ibu, bagaimana rasanya kasih sayang ibu dan
rasa-rasa yang lainnya benar-benar tergambar jelas dengan bahasa yang
sederhana.
Di ‘Going Home’, ada kutipan yang benar-benar menohok buat saya.
“Kau tidak akan pernah tahu persis, bagaimana rasanya ketika
seseorang berkata, “Ibumu, dia meninggal”. Kalimat itu terdengar seperti sebuah
bola besar, yang mencoba masuk ke telingamu, tapi terlalu besar dan
perlahan-lahan menghancurkan gendang telingamu untuk memaksa masuk ke dalam,
lalu menghancurkan otakmu.”
Dan saat saya membaca ‘Pulanglah Nak, Ibu Merindukanmu’
saya menemukan satu kutipan.
“Anakku,
jika suatu saat, ketika Ibu belum meninggalkan dunia ini, maukah kau pulang
sekali saja? Temui ibu. Ibu ingin memelukmu, mencium keningmu. Nak, walaupun
ibu sudah tidak ada didunia ini, kau akan tetap menjadi anakku. Bagaimanapun
dirimu, kau anakku. Darah dagingku. Selamanya.”
Lupakan
tentang castnya. Ini bukan tentang cast atau setting latar waktu dan latar
tempat. Ini adalah penggambaran sebuah kehilangan.
Bayangkan
jika berada di satu situasi dimana kita sedang bekerja. Tiba-tiba ada sebuah
telfon dan itu ternyata dari panti jompo tempat dimana kita menitipkan orang
tua kita. Dalam percakapan singkat itu, sang penelfon mengatakan “Ibumu, dia
telah tiada.”
Bagaimana
rasanya menjadi seorang anak yang telah melewatkan detik terakhir dari hidup
orang tuanya tanpa berada di samping mereka? Siapa yang kejam? Kita atau orang
tua?
Saya tidak akan menyalahkan mereka yang mendirikan panti wreda atau panti
jompo. Niat mereka baik, membantu sekumpulan manusia yang memiliki sejuta
alasan untuk menitipkan orang tua mereka. Tidak ada yang salah dengan niatan
baik.
Buat saya pribadi, saya berharap bahwa saya di masa depan tidak akan melakukan
hal konyol dengan menitipkan orang tua saya ke panti jompo atau panti wreda. Saya
hanya ingin membalas apa yang ayah dan ibu berikan pada saya dengan mengurus
dan merawat mereka di masa senja mereka. Memberikan perhatian yang dulu mereka
berikan kepada saya. Menemani orang tua saya sampai mereka menutup mata.
Kalian boleh bilang saya konyol dengan kata-kata saya di atas, tapi buat
saya ini adalah prinsip. Hal mendasar yang membuat saya tetap membuka mata
bahwa ayah dan ibu saya adalah pahlawan saya. Manusia pilihan yang Tuhan
berikan untuk saya, lebih tepatnya Tuhan anugerahkan untuk saya. Karena saya
mempunyai satu feeling bahwa dengan kita mengirim orang tua kita ke panti wreda
atau panti jompo, sama saja kita memberikan rumah yang kita dapat dengan susah
payah kepada orang yang tidak kita kenal.
“Ayah dan Ibumu adalah
harta karun terbaik yang Tuhan berikan kepada seorang anak. Semakin kita
mencintai mereka, semakin bernilai pula kita di mata Tuhan. =]”
NB:
Pulanglah Nak, Ibu
Merindukanmu: http://ffindo.wordpress.com/2013/02/06/oneshoot-pulanglah-nak-ibu-merindukanmu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar