Senin, 17 Desember 2012

Surat Untuk Seseorang


Untuk,
Satu dari beberapa malaikat pelindung hadiah dari Tuhan

Hallo ti, gimana kabar uti sekarang? Baik-baik aja kan? Uti masih seperti dulu kan? Kalau aku hitung, udah 7 tahun uti pergi. Udah 7 tahun juga aku, ayah, ibu, adik, akung dan keluarga lainnya ga bersama wujud fisik uti, tapi aku yakin kasih sayang uti selalu melingkupi keluarga ini.

Uti, sekarang aku udah kelas 11. Kelas 2 SMA. Aku udah jadi ABG yang sebentar lagi siap ga siap harus jadi orang dewasa. Adik udah kelas 7. Kelas 1 SMP. Ayah dan ibu juga udah tambah usia, apalagi akung. Akung walaupun udah sepuh masih mandiri uti. Yah, walaupun kadang agak manja. Tapi kata ibu, itu wajar. Orang tua kalau semakin sepuh pasti balik lagi jadi kayak anak kecil, begitu kata ibu.

Uti, aku kangen sama uti. terakhir aku ketemu uti sehari sebelum kepergian uti. waktu itu, aku masih kelas 3 SD, tahun 2005. Uti pergi karena penyakit TBC yang udah lama ada di tubuh uti. waktu itu, aku ga tahu apa itu TBC, yang aku tahu dari dulu uti sering batuk sampai mengguk. Dan setiap lihat uti batuk, aku Cuma bisa diam aja. kalau engga ya bantuin mijet punggung uti biar dahaknya keluar.

I wish I could turn back the time, but I can’t. Aku berharap aku bisa muter waktu supaya aku balik ke jaman uti masih ada. Uti inget ga jaman Silet masih tentang misteri-misteri gitu? Uti-lah orang yang selalu nemenin aku nonton Silet. Aku takut, tapi penasaran. Dan uti adalah orang yang selalu bersedia nemenin aku walaupun pada akhirnya uti aku cuekin. Uti inget ga jaman aku waktu ga sengaja jatuhin barang pecah belah di rumah? Cuma uti satu-satunya orang yang ga marahin aku. Uti yang berhasil meredam kemarahan ayah, ibu dan akung. Uti inget ga jaman aku belajar naik sepeda? Uti yang bakal ngasih hansaplast ke luka yang timbul gara-gara aku ceroboh. Uti harus tahu, sekarang aku ga pernah pakai hansaplast. Bukannya aku benci, tapi hansaplast ngingetin aku ke uti.

Uti, banyak kenangan yang udah kita lewatin bersama. Dari 16 tahun umurku, 9 tahun aku habisin bareng uti. 9 tahun bukan waktu yang sebentar uti. saking lamanya aku ga inget kenangan apa aja yang udah terjadi. Tapi setidaknya, aku merasa atmosfer hangat ala uti selalu hadir kalau aku lagi stres. Dunno why, tapi aku beneran suka dengan atmosfer hangat uti. more than I love my parent’s warmness.

Uti tahukan dari dulu aku maniak komik? Aku nulis surat ini karena baca beberapa kisah dalam komik yang ngingetin aku tentang uti. komiknya? Ada Detective Conan, ada C.M.B, ada Doraemon, sampai yang paling baru Godhand Teru. Mungkin ceritanya fiktif uti, tapi perasaan yang disampaikan komik itu ke aku ga pernah fiktif, selalu nyata.

Uti, jujur aku mau minta maaf. Maaf kalau aku butuh waktu sampai kelas 6 SD untuk menyadari kalau aku benar-benar kehilangan uti. Maaf kalau selama 9 tahun hidup bareng aku uti pernah kecewa sama aku. Maaf kalau aku selalu nakal dan ngglidik. Maaf kalau aku ga berhasil ngasih kenangan terindah buat uti. Maaf aku ga pernah ngasih ucapan selamat ulang tahun ke uti. maaf kalau aku belum berhasil jadi juara seperti keinginan uti,maaf kalau aku jarang ke makam uti dan untuk maaf-maaf lainnya yang mungkin ga akan selesai kalau aku sebutin satu-satu.

Uti, sebenarnya aku masih pengin lihat wujud fisik uti di keluarga ini. Setidaknya, aku berharap uti ada sampai aku menikah kelak. Terlalu berangan-angan ya? Aku Cuma pengin uti tahun ini lho cucu uti yang paling tomboy dan nakal di antara semua cucunya bisa juga punya suami, hehehe.

Tapi kenyataannya uti udah pergi sebelum aku menyelesaikan SD-ku. Aku bisa apa uti? nangis? Aku sadar nangis ga akan ngembaliin uti ke keluarga ini. Menangisi kepergian uti sama halnya ga rela melepaskan uti menuju tempat yang lebih baik dan lebih kekal. Dan aku pun sadar, uti disana pasti akan sedih kalau terus-terusan ditangisi.

Uti, suatu saat nanti aku bakalan nemenin uti lagi tapi di tempat yang jauh lebih baik. Sampai saat itu tiba, aku akan mewujudkan impianku dulu uti. aku bakalan jadi duta besar, blogger terkenal dan penulis ratusan karya. Ga lupa membanggakan dan membahagiakan orang tua dan keluarga besar. Dan aku berharap kalau atmosfer hangat ala uti akan selalu menemani langkahku kemanapun aku melangkah. Sampai saat itu tiba, aku akan terus berjuang uti :’]



Tertanda,
Cucumu yang paling bengal sekeluarga.





P.S:
Aku tahu surat ini mungkin ga akan pernah uti baca, tapi setidaknya inilah salah satu media dimana aku bisa bercerita tentang seberapa kangennya aku sama uti. lagipula, tanpa uti baca, uti juga bisa meraba perasaanku kan? :]

Senin, 10 Desember 2012

12 Tahun yang Harus Kita Nikmati


Hello fellaz, I’m back. Kali ini, aku mau sedikit agak serius. Di tulisan ini, aku bakalan lebih membahas tentang timeline kehidupan kita. Jadi, untuk apa banyak cakap?

12 tahun yang harus kita nikmati. Ada yang tahu ga maksud dari kalimat di depan? Yap, kalimat di depan berarti masa sekolah dimulai dari SD ke SMP dan berakhir di SMA. Kalian pasti mikir kenapa cuma 12 tahun yang harus kita nikmati padahal kita bakalan punya tahun-tahun ke depan yang mungkin lebih awesome dari 12 tahun masa kita sekolah. Calm down, mulai dari sini aku bakalan jelasin mengapa tulisan ini ada.

12 tahun yang harus kita nikmati. 6 tahun masa SD lanjut 3 tahun masa SMP dan berakhir di 3 tahun masa SMA. Ini waktu normal pelajar dalam mengarungi kehidupan berseragam. Perkecualian buat mereka yang memilih kelas akselerasi. Buat mereka bisa aja 11, 10 atau 9 tahun yang harus mereka nikmati. Tapi balik lagi karena aku anak yang secara pasti bakalan menjalani kehidupan berseragam selama 12 tahun jadi aku bakalan memilih angka 12.

12 tahun yang harus kita nikmati. Mungkin buat kalian ini sepele, tapi buatku 12 tahun yang akan atau sudah kita lewati adalah masa-masa dimana kita pertama kali berkenalan dengan kerasnya kehidupan. Belajar bagaimana membuat keputusan, belajar bagaimana memilih jalan yang akan dilalui, belajar bagaimana untuk mencapai sebuah cita-cita tidak hanya cukup diucapkan tapi harus diperjuangkan.

12 tahun yang harus kita nikmati. 6 tahun di masa SD buatku adalah semacam masa orientasi tahap satu untuk menghadapi kerasnya kehidupan. Lingkungan baru, teman baru, guru baru, suasana baru dan hal-hal serba baru yang sebagian dari kita menganggapnya indah dan sebagian dari kita menganggapnya bencana. Kalau ditanya, aku bakalan memilih option pertama dimana 6 tahun masa SD adalah masa yang indah. Sewaktu SD, kita ga harus berurusan dengan cinta, pacar, galau dan fake smile. Cukup berurusan dengan kasih sayang orang tua, keluarga, teman-teman, lingkungan kita dan menyunggingkan sincere smile. Ditambah belajar ilmu-ilmu dasar yang akan terus berkembang seiring berjalannya waktu dan naiknya strata pendidikan.

12 tahun yang harus kita nikmati. 3 tahun di masa SMP adalah masa orientasi tahap dua dimana kita belajar membuat keputusan yang lebih rumit dan saat dimana kita tidak hanya sekedar memimpin diri sendiri tapi juga memimpin orang lain. Saat dimana remaja sudah bersentuhan dengan pacar, cinta dan galau. Maybe it suck, tapi kenyataan adalah hal yang tidak bisa dibantah. Saat-saat dimana fake smile sering disunggingkan. Saat-saat dimana ego adalah musuh terbesar, saat-saat dimana sikap pemberontak mulai terbentuk secara alamiah dan saat-saat dimana orang tua bukannya mengendorkan ikatan mereka tapi justru mengeratkan ikatan mereka.

12 tahun yang harus kita nikmati. 3 tahun di masa SMA adalah masa orientasi tahap terakhir dimana jika kita telah lepas dari masa SMA atau dengan kata lain saat dimana sudah tidak ada seragam yang melekat pada diri kita berarti kita telah dianggap dewasa secara sempurna. Di masa inilah, kepribadian seorang anak manusia akan benar-benar dibentuk dan ditempa. Ibarat sebuah rumah, masa 3 tahun di SMA adalah saat dimana rumah mulai terbentuk dan mulai dipercantik. Dan di masa inilah fake smile hampir kabur dengan sincere smile, saat dimana kelabilan remaja bisa saja merubah situasi dan kondisi lingkungannya, saat dimana mau tidak mau siap tidak siap kita harus sudah menentukan jalan hidup kita sendiri, saat dimana orang tua mulai mengerti kapan saat yang tepat untuk mulai mengendurkan ikatan tanpa melepaskan ikatan mereka, saat dimana kita ditantang untuk memilih ego atau menggunakan akal pikiran dan hati nurani, dan saat dimana momen melepaskan seragam adalah momen paling krusial dan puncak dari 12 tahun yang harus kita nikmati.

12 tahun yang harus kita nikmati. Bohong kalau aku bilang 12 tahun ini ga berkesan, ga hebat, jelek dan lain-lain. 12 tahun ini benar-benar saat yang hebat. Saat dimana aku mencari jati diriku dan mencari sahabat yang bisa aku jadikan pegangan. Saat dimana aku berhadapan dengan ribuan masalah yang harus aku atasi, entah itu sendirian atau bersama-sama.

Aku percaya dengan apa yang kakak sepupuku bilang. He said “Mungkin benar ketika kamu kuliah kamu akan merasa lebih menjadi diri sendiri dimana kamu bisa ke kampus tanpa harus dengan seragam dan sepatu yang ditentukan sekolah. Tanpa peraturan sekolah yang kamu anggap payah dan lainnya. Tapi kamu juga harus percaya, 12 tahun kamu berseragam akan selalu membuat kamu ingin kembali mengulang lagi saat-saat itu.”

Walaupun aku baru menjalani 11 tahun dari 12 tahun yang harus kita nikmati, aku udah ngerasa bahwa kadang aku rindu masa SD dan SMP-ku. Jaman SD yang tiap pulang sekolah main petak umpet, betengan, kaki-kakian entah itu sama kakak kelas atau adik kelas. Jaman dimana kita bisa menertawakan diri sendiri karena kekonyolan yang kita lakuin bareng-bareng. Jaman dimana jalan di koridor kelas dengan pandangan lurus ke depan adalah hal yang ngebuat semua adik kelas segan ke kamu. Itu konyol, tapi percaya deh kalian pasti bakalan kangen stupid moment macam itu.

Masa SMP-ku? Mungkin aku bisa bilang aku mengawali masa SMP tidak dengan mulus. Dengan tempramen yang meledak-ledak, cara ngomong yang terkesan angkuh dan menyepelekan dan kekuranganku yang lainnya ngebuat aku semacam dikucilkan dari pergaulan kelas selama hampir 1 tahun masa kelas 7. Tapi justru saat itulah aku tahu bahwa aku punya sahabat-sahabat yang ga akan aku temuin untuk kedua kalinya. Di titik inilah aku menemukan suatu pembelajaran dimana kadang menjadi diri sendiri tidak selalu membawa kita ke jalan yang baik pada awalnya namun kita akan menemukan orang-orang yang mau memahami bagaimana apa adanya diri kita pada akhirnya.

Kalau diibaratkan semacam timeline twitter, masa SMA adalah account twitter yang aku follow duluan dan bakalan selalu aku kepoin karena tweetnya yang menarik. Iya, di masa inilah kita akan menemukan cakrawala dunia yang jauh berbeda dari masa SD dan SMP. Teman-teman yang lebih mutual, organisasi yang berskala jauh lebih besar dan ga lupa intrik-intrik licik kehidupan yang mulai bertebaran. Pernah dengar pepatah yang bunyinya “masa SMA adalah masa-masa terbaik”? Well, aku percaya dengan kata-kata di atas. Di luar tugas yang menggunung, ulangan yang bejibun, tanggung jawab yang diemban dan ego yang harus diredam, masa SMA adalah masa terbaik dari 12 tahun yang harus kita nikmati. 3 tahun terakhir yang selalu akan membuka mata kita bahwa baik buruknya kehidupan ke depan berada di tangan kita yang melihatnya.

12 tahun yang harus kita nikmati. Pada awalnya aku ga terlalu peduli dengan masa belajar yang cukup lama ini. Hampir ¾ kehidupan kita di masa belasan habis di sekolah. Tapi semakin ke sini, semakin aku berdekatan dengan ambang kelas 12 semakin aku ngerasa 12 tahun yang akan aku lewati adalah waktu yang precious. Kalau aku flashback lagi dan aku bandingkan dengan masa kuliah yang sering kakak kelas ceritain, akan ada perbedaan yang besar banget.

Di masa kuliah nanti, apakah kita bakalan nemuin orang yang dateng pagi-pagi bener Cuma buat nyalin PR temennya? Di masa kuliah nanti, apakah kita bakalan nemuin ulangan yang brutal dengan tanya kanan-kiri? Di masa kuliah nanti, apakah kita bakalan nemuin orang yang setengah nyawanya ndengerin musik pakai earphone dan setengah nyawanya engga lagi di raganya waktu di kelas? Di masa kuliah nanti, apakah kita bakalan nemuin orang-orang yang gitaran sambil nyanyi-nyanyi ga jelas waktu jam kosong? Di masa kuliah nanti, apakah kita bakalan nemuin orang yang hobi banget ngomong-ngomong walaupun gurunya ada di depan kelas? Di masa kuliah nanti, apakah kita bakalan nemuin orang-orang yang mainan wuzz kalau ga ada kerjaan? Dan yang paling krusial adalah.... apakah di masa kuliah nanti kita bakalan nemuin orang-orang yang dihukum guru BK gara-gara pakaian seragam ga lengkap dan semacam ga disetrika?

Aku belum tahu apakah jawaban dari semua pertanyaanku, tapi satu hal yang pasti, aku tahu bahwa pertanyaan terakhir akan terjawab dengan jawaban tidak.

Pada akhirnya, dengan waktu 1,5 tahun yang tersisa aku bakalan sebisa mungkin menikmatinya. Menikmati bagaimana rasanya berseragam khususnya seragam putih abu-abu sebelum akhirnya aku melepas seragamku dan bersiap menjalani kerasnya kehidupan :]

“Bersyukurlah pada Tuhan untuk 12 tahun yang berhasil kita lalui dan 12 tahun yang harus kita nikmati. Karena di luar sana, ada jutaan anak manusia yang tidak mengalami 12 tahun secara utuh atau mungkin malah tidak mengetahui seberapa berharganya 12 tahun itu.”

Sabtu, 10 November 2012

Jangan Salahkan Ayah Ibumu Jika Mereka Protektif Padamu!


Hey readers! I do my comeback :]

Udah lama ya terakhir nulis. Seingetku sih terakhir nulis bulan September. Kalo ga salah di twitter aku juga udah pernah bilang kalo aku bakalan hiatus dalam rangka fokus HUT sekolah. Finally, that was the greatest school anniversary I ever had!^^ tahun ini 2 guest star. Yep! @poconggg + EndahNRhesa. Anyway, mohon maaf kalau tulisanku kali ini agak kaku. Maklum lama ga nulis. Keep support me ^^

Ok balik ke pokok bahasan. Judulnya mungkin emang terkesan basi dengan perkembangan anak muda di jaman sekarang. Tapi seenggaknya aku berharap dengan tulisanku kali ini, kalian bisa sedikit membuka hati dan pikiran kalian kalau ortu itu engga seseram yang kalian anggap. Enjoy it please ^^

Diantara readers semua ada engga sih yang ortunya pelit ijin? Maksudku pelit ijin itu kalian kalau mau pergi kemanapun pasti biasanya ga boleh. Kalaupun boleh pasti ijinnya udah dari lama, pake adu pendapat, bertele-tele dan kerepotan yang lainnya. Am I right?

Hal seperti di atas sebenernya kalau menurutku wajar. Coba sekali aja kalian berpikir kalian adalah orang tua. Pikirin gimana rasanya kalau anak kalian ijin pergi ke luar kota, motoran, malem-malem, tanpa SIM dan engga tau bakalan pulang jam berapa. Orang tua mana sih yang ga khawatir kalo anaknya pergi tanpa pengawasan orang tua? Kalaupun ada, maaf mereka bukan orang tua yang take care sama anaknya.

Merasa terkekang? Kalau kalian tanya hal itu ke aku, aku bakalan jawab jujur iya aku merasa sedikit tidak nyaman dengan kondisi seperti itu. Kondisi dimana aku stuck dengan sekolah, tugas, lingkungan cs dan aku butuh refreshing. Contoh refreshing emang banyak tapi bener kan kalau salah satu dari cara refreshing itu adalah keluar rumah waktu malam minggu?

Aku masih inget kapan pertama kali aku keluar malem yaitu pas jadi panitia Espresso jaman kelas 8. That was my first time. Really really the first time. Pertama kali keluar rumah habis magrib dan pulang jam 11 malam. Buatku, waktu itu bener-bener yang anugerah banget secara ayah & ibuku agak kaku dengan masalah keluar malam. Simpel aja alesannya. Aku cewek, ga sopan berkeliaran pas malem-malem. Well, untuk kata-kata di atas aku setuju banget. Cewek itu gimanapun akan terlihat lebih santun kalau ga keseringan keluar malam kecuali emang untuk hal penting.

“Kenapa sih aku engga kayak temen-temenku yang boleh keluar malem? Kenapa waktuku Cuma aku habisin buat ngadep leptop sedangkan temenku pada main di luar sana?” itu jenis pertanyaan yang sering banget keluar dipikiranku. Pertanyaan sederhana yang memerlukan jawaban kompleks. Dan biasanya jawaban yang kompleks itu berakhir menyebalkan buat kita yang melontarkan pertanyaan seperti itu.

Di hitung dari kelas 8 berarti perlu waktu 3 tahun buatku pulang ke rumah di atas jam 7. Itupun karena persiapan HUT sekolahku yang kebetulan jatuh pas lustrum. Dan dalam masa 3 tahun itu, sedikit banyak aku mulai berpikir lagi tentang apa pentingnya keluar waktu malem minggu. Terbiasa dengan keadaan malam minggu di rumah aja, ngebuat aku lebih banyak berpikir lagi tentang apa itu esensi “malam minggu dan hangout”.

Apa itu esensi “malam minggu dan hangout” buatku? Simpel aja. waktu buat kumpul dengan keluarga. Coba kita flashback dari hari Senin. Hari Senin, hari pertama dalam satu minggu. Udah pasti kita bakalan sibuk dengan urusan sekolah. Selasa-Jumat kita sibuk dengan urusan ikut ekstrakurikuler atau les. Dari 7 hari dalam seminggu, berapa waktu yang kita alokasikan buat orang tua? Buat keluarga di rumah? Buat sejenak bercengkrama dengan keluarga di rumah? Cuma 2 hari. Sabtu dan Minggu.

Coba kalian pikir sekali lagi. Dari 7 hari yang Tuhan kasih buat kita kenapa Cuma 2 hari yang kita sediakan khusus untuk keluarga? Gimana kalau setiap malam minggu dan hari Minggu kita keluar rumah? Dari 7 hari waktu kita engga ada yang sekalipun kita sediain buat orang rumah. Sekarang, siapa sebenernya yang keterlaluan? Kita atau ortu kita?

Aku sadar, I’m not a good child. Aku bukan anak yang baik. Setiap aku ga suka dengan apa yang ayah/ibuku bilang, aku pasti langsung sewot tanpa berpikir kenapa ortu sampai bilang hal seperti itu. Yang paling parah langsung masuk kamar dan main kunci. You can call me Evil if you want. I deserved for that reason. Tapi pada akhirnya aku sadar. Orang tua cuma meminta kita memberi 1 hari dari 7 hari kita untuk mereka. Iya, buat mereka. Untuk mereka mencurahkan kasih sayang mereka ke kita, buah hati dan buah kasih sayang mereka.

Mungkin kita bakalan protes. “Kenapa sih harus hari Sabtu waktu aku mau hangout sama temen-temenku? Kenapa ga lain hari aja?” Satu hal yang pengin aku tanyain ke reader. Kalian tau kan arti “quality time”? waktu yang berkualitas? Iya, orang tua sebenarnya tidak meminta hari apa kita kosong, tapi mereka meminta kita meluangkan waktu untuk sekedar menikmati waktu yang berkualitas dengan keluarga. Kita tidak sedang membicarakan kuantitas, tapi kualitas. Buat ortu kita, kualitas di atas kuantitas. Sebanyak apapun kita berinteraksi dengan keluarga atau orang rumah, kalau waktunya tidak berkualitas semuanya bakalan sama aja. 0 besar. Bohong.

Lagipula, ortu kita ngelakuin hal itu semata-mata karena mereka sayang sama kita. Bukan niat mereka tidak memperbolehkan, mereka cuma meminta kita mempertimbangkan apakah hal yang akan kita lakuin bermanfaat apa engga. Aku yakin, kalau kegiatan yang kalian lakuin itu bermanfaat, orang tua bakalan mendukung penuh kok ^^

Dan sekarang, aku bersyukur karena kebiasaan orang tuaku tidak dengan mudah mengizinkan anaknya keluar malam. Pertama, aku jadi ga terbiasa keluar malam kecuali urusan mendadak dan penting. Kedua, I have more quality time with my family. Ketiga dan yang paling penting, orang tuaku peduli dan sayang sama aku.

Akhirnya sampai juga kita di akhir tulisanku. Dari hal di atas aku sendiri bisa belajar kalau SMA ini aku udah jarang punya quality time sama keluarga. Tapi aku masih bisa ngerasain kalau ayah & ibuku masih perhatian, sayang, peduli dan bertanggung jawab terhadap anaknya. Aku juga berharap orang tua reader sekalian juga perhatian, sayang, peduli dan bertanggung jawab terhadap kalian ^^

One last qoute:
“Jika kau di ibaratkan rumah, maka teman adalah bagian-bagian pelengkap dari rumah, dan orang tua serta keluarga adalah tiang pondasi utama yang berada dalam dirimu. Hargai dan hormati orang tuamu. Sejengkel apapun kamu dengan mereka, kamu tetaplah orang yang mewarisi darah keduanya.”

Sabtu, 08 September 2012

Haruskah Aku Terus Mempercayaimu?

Untukmu,

Seseorang yang ingin terus ku sebut dalam doaku.

Pernahkah kau berfikir lebih lanjut mengenai hubungan kita? Pernahkah kau berfikir lebih dalam tentang aku? Pernahkah kau merasakan dengan hatimu kegundahanku? Aku rasa, kau takkan berfikir hal ini karna kau selalu merasa cukup dengan kasih sayang yang aku berikan.

Aku tidak haus akan kasih sayangmu, sungguh! Aku juga tidak peduli apa julukanmu di masa lalu. Bagiku, hari ini kau adalah kekasih yang suatu saat nanti di masa mendatang bisa menjadi pendampingmu. Aku juga menutup mata dan telingaku ketika kawan-kawanku membicarakan masa lalumu di hadapanku. Sekali lagi, bagiku, hari ini kau adalah kekasihku tak peduli apa dan bagaimana masa lalumu.

Terkadang, mereka mengatakan aku terlampau bodoh untuk alasan mengapa aku masih menggenggam erat tanganmu. Aku tidak akan menyangkalnya, namun aku juga takkan membenarkannya. Aku hidup untuk diriku sendiri, bukan untuk mereka. Dan jika memang menyayangi adalah sebuah kesalahan, kau adalah kesalahan yang indah.

Tapi detik ini, ketika aku kembali bertanya pada hatiku, aku menemukan sebuah keraguan disana. Benarkah kau akan setia padaku? Benarkah kau akan tetap di sampingku? Benarkah bahwa kau takkan pergi dariku? Jika aku hitung, mungkin aku memiliki ratusan pertanyaan yang berawalkan ‘benarkah’ dan diakhiri dirimu. Apakah itu perasaan yang wajar? Entahlah, aku sendiri juga tak tahu.

Dan keraguanku semakin bertambah ketika aku tak bisa membaca gurat wajahmu saat aku bertanya,”apakah kau benar-benar menyayangiku?” Saat itu semuanya terasa hening, hanya ada kau, aku, dan kalimat ‘apakah kau benar-benar menyayangiku’. Selebihnya, semua terasa bagai ilusi. Aku diam, aku bingung, bagaimana bisa kau sendiripun ragu untuk menjawab pertanyaanku. Apakah pertanyaanku terlalu menyudutkanmu?

Sejujurnya, aku pun ingin sesegera mungkin menghapus keraguanku terhadapmu. Setidaknya, ucapkanlah satu saja kata manis yang benar-benar kau ucapkan dengan hatimu, bukan dengan pikiran apalagi dengan bibirmu. Aku percaya, kejujuran seseorang terpancar dari seberapa dalam suaranya dan bagaimana tatapan matanya.

Tapi sekali lagi, bukannya yakin padamu aku justru semakin ragu. Bagaimana tidak? Caramu mengungkapkan kata manismu terasa seperti seseorang yang sedang mengobral cintanya, bukan seseorang yang berusaha mengatakan seberapa ia membutuhkan kekasihnya. Apakah ini yang orang katakan sebagai omong kosong?

Cinta bukanlah cinta jika kau belum merasakan sakitnya, tapi apakah aku juga harus merasakan kesakitan yang amat sangat sampai kau menyadari bahwa aku selalu melihatmu dalam jarak pandangku?

Dalam lubuk hatiku, akupun ingin mengatakan pada semua orang bahwa ini bukanlah kau yang sesungguhnya. Tapi apakah dengan berteriak dengan sepenuh hati semua orang akan mendengarku dan langsung setuju begitu saja? aku rasa, aku harus menemukan jalan yang lebih baik untuk membuktikan siapa kau, siapa aku, siapa kita tanpa harus membuktikan bahwa jalan yang mereka pilih adalah salah.

Aku mungkin belum mengerti apa yang ku inginkan, tapi setidaknya aku mengerti apa yang tidak ku inginkan dan salah satu hal yang tidak aku inginkan adalah berpisah darimu. Mungkin jauh lebih menyenangkan diguyur dinginnya hujan daripada berjalan tanpamu.

Inilah kenyataan, sesuatu yang berat untuk dikatakan dan berat untuk disembunyikan. Ia akan selalu muncul sehebat dan secerdik apapun kita menyembunyikannya.

Pada akhirnya, aku pun akan tetap pada pendirianku, bahwa hari ini kau adalah kekasihku tak peduli apa dan bagaimana masa lalu. Walaupun rasanya seperti menjejakkan satu kaki di dunia dongeng dan satu kaki di dunia nyata, aku sendiri akan mencoba untuk tak menyesali keputusanku sendiri.

Jalan yang aku ambil mungkin akan meninggalkan luka bagiku, tapi akan jauh lebih baik daripada aku menyesal karna tak pernah mencoba memperjuangkanmu. Selama kau masih bersamaku dan aku masih bersamamu, semuanya akan terasa baik-baik saja. ya, baik-baik saja, untuk kita.



Tertanda,

Seseorang yang mempercayakan hatinya untukmu.

Selasa, 14 Agustus 2012

Perpisahan Ini

Untukmu,

Seseorang yang tangannya pernah ku genggam erat.

Hey, bagaimana kabarmu setelah kebersamaan kita berakhir? Apakah atmosfer keberadaanmu masih hangat dan menetramkan? Entahlah, mungkin sebaiknya aku tidak membawa hal masa lalu untuk diperbincangkan di masa sekarang.

Aku tidak ingin berbasa-basi, basa-basi hanya akan membuatku menceritakan segala kenangan yang pernah kita buat bersama. Tenang! Aku tidak membencinya, hanya saja akan membuatku selalu teringat dengan kau. Mungkin kau menemukan hal ini sebagai sesuatu yang konyol, tapi bagiku ini adalah sebuah pelajaran hidup.

Jadi, sudah berapa lama kita berpisah? Aku tidak terlalu suka menghitungnya. Bagiku, entah dalam hitungan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun jika kita berdua sudah sepakat berpisah, itu adalah saat dimana aku harus menulis kata TAMAT di akhir cerita sebuah buku, menutupnya, lalu mengambil buku baru yang masih bersih untuk aku tulis lagi. Singkatnya, perpisahan denganmu itu kenyataan, bukan mimpi yang jika kita jatuh dari tempat tidur semuanya akan kembali terulang sama seperti saat kita aku mulai bermimpi.

Aku tidak ingin menyesali selesainya kebersamaan kita. Sungguh! Aku sama sekali tidak ingin menyesalinya. Menyesali perpisahan seperti halnya menabur garam di atas luka, semakin disesali rasa sakit semakin membayangi. Menyesalinya sama saja memintamu kembali padaku.  Mustahil? Tidak ada yang mustahil hanya saja itu akan terlihat lucu. Dan bagiku, perpisahan adalah proses dari sebuah hubungan yang melibatkan rasa kehilangan. Sekali lagi, bagiku ini adalah rasa yang wajar. Kehilangan itu bagaikan seorang gitaris tanpa satu senarnya. Awalnya sumbang, tapi tak lama kemudian ia akan menemukan senar baru untuk menggantikan senar barunya.

Lagipula, perpisahan ini membuatku bersyukur. Bersyukur bahwa aku pernah memilikimu walau tak sepenuhnya dalam perjalanan hidupku. Itu adalah sesuatu yang manis untuk dikenang. Jika kau bertanya apakah aku akan terus mengenangnya, aku akan menjawab ya. Kau adalah cerita yang sudah tertulis dalam keleidoskop kehidupanku. Ada, nyata, dan abadi. Jadi berhenti mengenangnya sama saja aku mencoba hilang ingatan. Lagipula jika manusia telah mati, ia hanya akan bisa hadir melalui kenangan orang yang mengenangya. Tenang saja, aku tidak sedang mendoakanmu untuk segera pergi dari dunia ini =]

Jika kau bertanya apakah aku sempat merasakan kesepian, aku akan menjawab ya. Kesepian belum tentu datang dari perpisahan, tapi perpisahan pasti mendatangkan kesepian walau sesaat. Tapi aku yakin, perpisahan tidak akan pernah membunuhku (kecuali kau adalah seseorang idiot yang sudah tidak menghargai betapa berharga dan mahalnya kehidupan ini.) ia hanya akan membuatku mau tidak mau, siap tidak siap menatap ke depan.

Kau harus tahu satu hal, aku takkan pernah mengungkit mengapa kita berpisah. Perpisahan kita, perpisahan ini, semua adalah kehendak Tuhan. Alasan yang tercipta pun sebenarnya hanya untuk menutupi campur tangan Tuhan dalam hubungan kita. Tak apa, aku takkan protes toh rencana Tuhan adalah yang terbaik meskipun bukan yang termudah.

Aku belum yakin bahwa selepas bersamamu, aku akan bisa mendapatkan kebahagiaan yang sama seperti saat bersamamu. Tapi aku berjanji akan satu hal, bahwa aku akan menemukan seseorang yang lebih baik darimu. Bagiku, kebahagiaan bisa dirintis perlahan dengan langkah pelan tetapi pasti. Tapi tidak halnya dengen menemukan seseorang yang tepat. Kau harus menemukannya atau mungkin saat Tuhan berbaik hati, Beliau akan menuntunnya untukmu. Semua jalan bisa memiliki kemungkinan, tinggal bagaimana Tuhan yang menentukan.

Aku berharap, perpisahan ini bukanlah alasan untuk kita tidak bisa menjadi sesuatu yang lebih baik. Aku berharap kita bisa menjadi sesuatu yang berbeda di masa depan. Siapa tahu kan bahkan bisa menjadi sahabatku, walaupun harus aku katakan bersikap normal di depanmu itu tak semudah saat kita masih bersama. Setidaknya kita bukanlah musuh di masa depan.

Pada akhirnya, kau adalah salah satu pelajaran terpenting dalam hidupku. Dan untuk hal itu, aku benar-benar berterimakasih.

Tertanda,

Seseorang yang pernah mengenggam tanganmu erat.



P.S: Jika ternyata kita bertemu lagi di masa depan dengan sesuatu yang tak sama seperti pertama bertemu dan terakhir berucap, tolong simpanlah untuk dirimu sendiri atau berikan kepada seseorang yang kau yakini lebih baik dari aku. =]


Jumat, 13 Juli 2012

STALKING


 
Hola-halo ma bro! Aku balik lagi buat nulis. Kali ini aku mau nulis tentang “stalker”. Aduh sok bahasa twitter banget yaa, biasa kan aku tweeple a.k.a twitter  people hahaha B). Apapun tentang stalker, stalked, dan stalking sebisa mungkin akan aku coba untuk uraikan menurut pendapatku. So, please enjoy it guys!
PS: Jangan lupa kritik saran yaa =]
Menurut Kamus English-Indonesia dari Peter Salim, Stalk/stalked/stalking/stalks artinya mendekati binatang liar dengan hati-hati. Sedangkan Stalker adalah orang yang mengintip binatang liar. Lain lagi menurut The New Oxford American Dictionary yang mengartikan stalk untuk verb sebagai pursue or approach; harass or prosecute (someone) with unwanted and obsesssive attention; move silently or threateningly through a place; stride somewhere in a proud, stiff, or angry manner. Kalau pengartian dengan stalk untuk noun adalah a stealthy pursuit of someone or something; a stiff, striding gait. Pendeknya, stalk adalah kegiatan mengintip secara diam-diam seseorang untuk mengetahui apa yang dilakukan orang tersebut.
Menurut pendapatku, stalking itu bisa dibedakan jadi 2 jenis. Social Network Stalking/SNS dan Social Life Stalking/SLS. Dari 2 itu, yang paling enteng tapi mungkin gampang menimbulkan kesalahpahaman adalah social network stalking. Sedangkan yang extreme adalah social life stalking.
Social Network Stalking/SNS itu bisa kita lakukan dengan stalking di twitter atau facebook. Contoh, kamu punya someone yang lagi menarik perhatian kamu, terus karna kamu masih buta tentang dia a.k.a kamu belum tau status dia available or taken, kamu buka twitter dia. Kamu liatin TLnya, ada engga cewek/cowok yang lagi sering banget mentionan sama someonemu itu. Kalau engga ada pastinya bersyukur kalau ada sebelum janur kuning melengkung apapun bisa diusahakan (?). Prosedur yang sama bisa juga dilakukan di facebook. Bedanya kalau di facebook itu siapa yang lagi hobi wall to wall sama dia. Tapi, hal itu semua ga akan ada gunanya kalau twitternya di protect atau di private tweet. Good newsnya kalau kalian udah saling nge-follow that’s not a big problem. Tapi gimana kalau kalian samasekali engga saling nge-follow? Well, let’s singing sayonara for stalking his/her twitter. Sama juga dengan facebook, kalau kalian belum temenan ya say goodbye deh.
Social Life Stalking/SLS itu selain kamu stalking social networknya, kamu juga stalking hidup dia. Dari dia mulai bangun tidur, sekolah, dia ada ekstra apa, dia ikut les apa aja, sampai balik tidur itu kamu hafal di luar kepala! Saat kamu di tingkat SLS ini, kamu justru lebih tahu apa yang bakalan dia lakuin daripada dia sendiri. Dan kalau keterusan, kamu bakalan jadi sasaeng fans dia. Sasaeng fans itu semacam fans yang bertindak absurd banget demi mengetahui kehidupan idolanya. Contoh, masang CCTV di area parkir si idol, nungguin di depan rumah idol, ngikutin kemanapun idol pergi dan lain-lain. Ibaratnya, kalian itu kayak ekornya idol yang selalu ikut kemanapun dia pergi. Kalau udah yang kayak gitu, siap-siap deh berhadapan sama pihak berwajib. Kenapa? Jelas banget, itu annoying. Kalian menganggu ketenangan idol kalian sendiri. Emang, kehidupan idol itu konsumsi publik, tapi masa ga boleh sih mereka punya sedikit ruang privasi mereka? Fans sejati pasti tahu batasanlah. Oh iya, sasaeng fans itu istilah dalam dunia Hallyu tapi menurutku bisa juga diterapkan di seluruh dunia.
Nah sekarang, aku tanya. Kalian itu termasuk golongan apa? Social Network Stalking/SNS atau Social Life Stalking/SLS? Pasti kebanyakan kalian dalam hati bilang “Aku cuma stalking twitter doang kok. Amit-amit sampai jadi ekornya.” Tapi mungkin tanpa kalian sadari kalian mulai menuju tahap Social Life Stalking/SLS. Contoh paling gampang yaa itu, kalian hafal apa kebiasaan yang sering dia lakukan. Sederhana, tapi kalau tidak diamati secara cermat ga bakalan ada orang yang memperhatikan. Ngaku ga? Pasti ada walaupun kalian engga ngaku.
Balik ke pokok bahasan. Aku sendiri juga sadar, jadi stalker seseorang itu sedikit banyak perlu pengorbanan. Kalau ada yang bilang stalking itu enak, asyik, you gotta wrong guys. Para stalker di luar sana pasti walaupun sedikit pasti sakit liat orang yang dia stalking engga sadar dengan keberadaan dia. Mana ada orang yang tahan nge-stalk seseorang yang ternyata udah taken? Well, kalau ada aku kasih standing applause. Kalian hebat bisa bertahan dengan sakit hati yang pasti nyesek banget.
Menurutku, jadi stalker itu pilihan. Stalker memilih untuk mendedikasikan sedikit dari waktu hidup mereka untuk mengetahui kehidupan seseorang yang mungkin engga tau dengan kehidupan stalker itu. Dalam kamus para stalker, ga ada kata terpaksa untuk jadi stalker. Mereka melakukannya atas keinginan diri sendiri, murni dari dalam hati mereka sendiri. Justru mungkin saat mereka engga nge-stalk, mereka akan menyesal sendiri. Jangan nganggap para stalker itu absurd atau weird. Mereka adalah orang yang ingin menyampaikan kasih sayang mereka, cuma mereka belum tau atau belum bisa mengapresiasikan rasa mereka tersebut pada orang yang mereka stalking. =]
Tapi gimana kalau aktifitas stalking kalian menganggu dia atau bahkan diri kalian sendiri? Perlu kalian sadari, perlahan orang yang kalian stalking pasti akan mengetahui kalau dia punya stalker, yaitu kalian. Ibarat peribahasa, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Kalian ga bisa selamanya bertahan nge-stalk dia tanpa memberi tau kalau kalian ada dan sayang sama dia. Dan mungkin ketika dia udah bener-bener terganggu dengan aktifitas stalking kalian, dia bakalan langsung atau tidak langsung menghujat kalian. Once again, kalian siap dihujat orang yang kalian suka gara-gara berlebihan nge-stalk? Engga kan? Pasti engga.
Dan kalau hal itu sampai terjadi, itulah cara Tuhan untuk meminta kalian secara ‘halus’ berhenti stalking dia. Dalam melakukan sesuatu, Tuhan pasti memberikan batas waktu bagi kita, dan bila momen ‘penghujatan’ itu datang mau engga mau, siap engga siap you must go from her/his life. Kalau kalian maksain buat tetep nge-stalk dia, you gonna be a real Social Life Stalker! Orang dengan status SLS itu mendasari keinginannya bukan dengan rasa sayang, tapi obsesi yang terlalu menggebu atau obsesif kompulsif. Orang yang lama berkecimpung di dunia per-stalker-an pun pasti ogah temenan sama orang kayak gitu. Memaksakan kehendak untuk tetap nge-stalk ketika udah dihujat samasekali bukan pilihan bijaksana. Risk your own life.
Finally, menurutku stalking bukan hal yang masuk kategori ‘worst’ tapi engga bisa dibilang ‘good’. Itu tergantung cara pandang kalian. Yang pasti saranku buat para stalker, katakan apa yang seharusnya dikatakan dan ungkapkan apa yang seharusnya diungkapkan. Cepat atau lambat kalian pasti akan menemui momen ‘penghujatan’ itu. Sebelum terlambat, sebelum dia pergi dengan kebencian pada kalian. One last quote...
“Jika memang ingin memiliki, katakan saja yang sejujurnya. Apabila kenyataan memberi kalian kepahitan, itu tanda bahwa Tuhan telah menyiapkan rasa manis yang berjuta-juta kali bisa mengobati kepahitan tersebut =]”