Pertanyaan seperti itu
yang kadang mampir ke pikiranku. Mau di jawab sendiri? Engga mungkin. Harus ada
partner yang membantu menjawabnya dan itu adalah orang yang kita panggil
sahabat. Sahabat itu selalu berguna. Bohonglah kalau kalian bilang kalian engga
memanfaatkan sahabat kalian. Tapi tunggu! Memanfaatkan
disini konteksnya positif, bukan yang negatif semacam ngebabuin sohib sendiri. Contoh
yang positif itu yang paling gampang adalah ketika kita engga bisa ngerjain PR,
itulah gunanya sahabat. Kalian lagi sedih/punya masalah/susah? Disitulah gunanya
sahabat. Bohong besar kalau kamu bilang kamu bisa hidup tanpa seorang sahabat.
INGAT! Sahabat sama Teman itu beda. Teman itu orang yang ikut bersedih kalau kalian sedih. Sahabat
adalah orang yang menarikmu dari rasa sedih itu. That’s why, menemukan sahabat
jauh lebih susah daripada menemukan teman.
Honestly, aku tipe orang
yang mudah bergaul dengan orang baru. Tapi kalau untuk masalah sharing tentang
hidup, Cuma bisa diitung jari ke siapa aku cerita. Dan aku masih inget banget gimana
pertama kali aku dapat sahabat. waktu itu, aku masih SMP kelas 7. Ya intinya
waktu dulu kelas 7 aku di bully sama hampir setengah kelas. Bisa bayangin engga
sih kalau aku yang kalian kenal gini pernah di bully? Dan yang lebih kacau
adalah aku di bully sama anak yang secara badan lebih kecil. Cuma ya itu,
omongannya besar sih. Kalah deh.
Dari masa itulah aku
ketemu anak-anak yang sampai sekarang masih kentel banget temenannya. Yah walaupun
tinggal bertiga yang masih pakai putih abu-abu. Tapi kita masih enjoy aja
karena kita menikmati setiap momen dalam persahabatan kita.
Sekarang, aku masih pakai
putih abu-abu dan aku menemukan lagi sahabat-sahabat baru. Sahabat yang secara
taraf umur sama tapi ya itu, menjadi tua adalah keharusan tapi menjadi dewasa
adalah pilihan. Aku maklum sih, soalnya kedewasaan macam gimana yang bisa
dituntut dari anak tahun terakhir putih abu-abu? Yah walaupun banyak temen yang
bilang harusnya sih anak setingkat ginian udah dewasa dan siap membuat pilihan
besar. Tapi kalau anak setingkat ini terlalu dewasa dikiranya minta nikah lagi
ke orang tuanya (?) ok, ini OOT.
Percaya engga kalau persahabatan
itu mengenal kurva? Ada titik maksimum dan titik minimum. Titik maksimum adalah
saat kita menemukan kenyamanan yang
engga bisa kita dapatkan kalau engga sama mereka. Kenyamanan ini bukan yang
nyaman dalam artian biasa. Kenyamanan disini adalah saat kalian mudah untuk
mengutarakan apa yang kalian pikirkan tentang sahabat kalian. Mau baik atau
buruk ya bilang aja, engga perlu think twice untuk mengungkapkan sebuah
kejujuran.
Kalau titik minimum
adalah saat kita bilang kita sahabat tapi kita cuma merasakan kenyamanan semu. Kenyamanan
yang dibuat-buat biar sahabatnya seneng dan engga sakit hati. Kenyamanan yang
ambigu karena di satu sisi sudah terlanjur sreg dengan suasana tapi di sisi
lain hati nurani pingin jujur.
Kalau aku sendiri udah
pernah di titik maksimum & di titik minimum. Merasakan bagaimana kenyamanan
yang jarang ada api tersulut dan merasakan bagaimana jujur adalah hal yang
tidak bisa dan tidak mungkin di beli. Dalam persahabatan, adem ayem itu kadang pura-pura
mengaku sejati. Jadi, aku pribadi lebih prefer persahabatan yang ada gejolaknya
daripada yang adem ayem tentram sejahtera.
Temenku juga pernah
bilang kalau orang sahabatan juga kayak orang pacaran. Keterbukaan, komunikasi, kejujuran dan pengertian juga harus dimiliki mereka yang mengaku bersahabat. Sekarang,
buat apa kita berkomunikasi kalau engga bisa jujur? Engga bisa terbuka? Engga bisa
pengertian satu sama lain? Sama aja bohong kan? Sama aja hubungan yang engga
jelas mau dibawa kemana. Hubungan yang selamanya berjalan di tempat. Hubungan yang
jarang bersentuhan dengan kata perubahan ke arah lebih baik.
Sahabat itu orang yang
menerima kita apa adanya. Bener banget. Sahabat dan pasangan hidup adalah orang
yang menerima kita dengan segala kurang-lebihnya kita. Karena dengan kurangku
akan kamu tutupi dengan lebihmu, begitu pun sebaliknya. Karena itu dalam persahabatan
ada yang sifatnya banyak berbenturan tapi ada jembatan yang selalu
menghubungkan.
Dalam persahabatan pasti
setiap orang pernah mengalami sakit hati dengan perkataan sahabatnya. Begitu juga
aku. Aku sakit hati kalau ada orang yang ngece namaku. Mungkin begitu kalian
baca nama AULIA ZAHRA GHIFFARI kalian bakal bayangin orang yang setidaknya
lebih anggun dari aku yang sekarang, dan aku minta maaf kalau yang kalian temui
begitu mendengar nama ini adalah sosokku yang kayak gini. Tapi satu hal yang
perlu kalian tau, betapa aku sangat menghargai nama yang sudah ayah ibuku kasih
ke aku. Dalam nama itu, nama yang mungkin menurut kalian kurang masuk sama
pemiliknya, ada doa yang dipanjatkan orang tuaku buat aku. Dan itulah kenapa
aku engga suka orang yang nyinggung namaku karena sama aja menyinggung doa
orang tuaku :]
Aku kadang juga engga
siap dikritik. Apalagi kalau yang ngritik nylekit. Iya mungkin yang dia maksud
bener tapi kadang emang akunya yang belum siap. Awalnya sakit hati, tapi setelah
aku pikir lagi dikritik dikit aja masa mau sakit hati berkepanjangan? Kalau gitu
terus kapan mau maju? Kapan mau membuktikan kritikan itu kalau aku juga bisa
berubah ke arah lebih baik? Karena itu, sekarang aku pelan-pelan mulai mencoba
jadi pribadi yang lebih baik.
Dan kadang aku juga sakit
hati dengan mereka yang mengaitkan aku dengan orang yang engga aku kenal. Iya mace
engga apa-apa, tapi apa jadinya kalau kamu dipace dengan orang yang engga kamu
kenal? Jujur, aku awalnya biasa aja tapi makin kesini rasanya makin risih. Aku engga
kenal, aku engga tau dan kenapa bisa aku dikaitin sama orang itu dan parahnya
sampai disebarkan pada tempat, orang dan waktu yang tidak seharusnya? Bukannya menjaga
image, tapi itu sama aja menyebarkan berita bohong tentang aku ke khalayak
umum.
Dan kalau boleh jujur
lagi, aku kurang nyaman dengan orang yang berani mace tapi tidak siap dipace. Kalaupun
dipace, biasanya orang itu akan marah dan mendadak pergi. Yang kayak gini
kadang bikin bingung. Mau dideketin takut orangnya marah tapi kalau dibiarin
kita dibilang engga peka.
Aku juga kurang nyaman
dengan orang yang kadang terlalu nylekit tapi begitu baru dikasih tau sedikit
langsung marah. Setidaknya tolong biarkan kita menyampaikan apa yang ada di
pikiran kita, baru setelah itu ditanggapi. Kalau kita yang salah tanggap, kita
juga kok yang minta maaf. Sahabat itu juga orang yang bakalan nge-prevent kita
dari hal yang sekiranya kurang bener. Sahabat yang patut dinilai benar adalah yang mau mengakui
kesalahannya saat dia salah, mau memaafkan sahabatnya, dan mau mengikhlaskan kesalahan
yang sudah terjadi. :]
Aku engga berharap punya
persahabatan yang ideal, yang bisa dipuja-puji atau gimana. Aku Cuma pengin
persahabatan yang jujur itu adalah menjadi kesehariannya. Jujur itu menyakitkan,
tapi lebih sakit lagi kalau sebuah kejujuran Cuma dibiarin jadi kerak di kalbu.
Bikin sakit. Sahabat tidak pernah membungkus pukulan
dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan
sahabatnya mau berubah :]
Aku sendiri masih jauh
banget banget dari kata sempurna, very very very faraway. Karena aku sadar,
banyak orang masih engga suka dan masih banyak yang punya stigma negatif
tentang aku. Belum lama ini, kalau engga salah bulan Agustus sewaktu MOS, surat
benci yang aku dapat adalah setengah jumlah siswa baru. Hitung aja siswa
barunya 350 berarti ada lebih dari 150 orang yang benci, engga suka atau salah
sangka ke aku. Itu jadi salah satu tolak ukurku. Sebelum mengkritik, ada
baiknya lihatlah dirimu sendiri. Pepatah Jawa bilang “ngilo githok.”
Apa yang aku sebutkan di
atas adalah salah satu cara untuk mengurangi bebanku. Aku mungkin bisa ngomong
tapi bukan untuk masalah yang seperti ini. Karena itu, aku coba untuk
menulisnya di blog ini. Aku harap kalian yang membacanya tidak salah tanggap. Bukannya
menghakimi tapi lebih tentang berbagi pengalaman hidup yang aku miliki :]
Terakhir dan merupakan point
paling penting adalah SAHABAT
adalah orang yang tidak pernah
mempermasalahkan kelebihan dan kekuranganmu. Seburuk-buruknya sahabat,
merekalah yang Tuhan titipkan pada kalian untuk saling dijaga dan saling
menjaga :]
Satu quote terakhir yang
membuat aku percaya kalau persahabatan sejati itu ada,
“Persahabatan
diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti,
diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini
tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.”